Edit Content
Click on the Edit Content button to edit/add the content.
My Story Life

Part 4 – Hari Pertama Masuk Sekolah: Diantar oleh Mbok’e dan Langkah-Langkah Kecil Menuju Masa Depan

Posted on

Hari pertama masuk sekolah adalah momen yang dinantikan banyak anak-anak dengan penuh semangat dan kegembiraan. Bagi saya, hari itu adalah campuran antara rasa takut dan antusiasme. Pada usia itu, sebagian besar anak-anak sudah berlari ke sekolah dengan riang, sementara saya masih berjuang untuk berjalan dengan stabil. Kaki saya yang lemah dan kaku membuat langkah-langkah kecil saya terasa lebih berat. Itulah mengapa saya diantar oleh mbok’e pada hari pertama sekolah.

Saya masih ingat dengan jelas, pagi itu terasa sedikit berbeda. Saya mengenakan seragam sekolah baru dengan tas yang terasa sedikit terlalu besar di punggung saya. Mbok’e, yang selalu setia mendampingi saya, mengenggam tangan saya dengan lembut, memberikan rasa aman di tengah ketakutan yang membuncah di dada saya. Saya berjalan perlahan di sampingnya, dengan langkah yang belum sempurna. Setiap kali saya merasa sedikit goyah, dia ada di sana, memastikan saya tidak terjatuh.

Rasanya ada banyak hal yang saya khawatirkan hari itu. Bukan hanya karena ini adalah hari pertama saya di lingkungan baru, tetapi juga karena saya tahu bahwa saya berbeda dari anak-anak lain. Mereka bisa berlari dan bermain dengan bebas, sementara saya masih berusaha keras untuk menjaga keseimbangan. Saya khawatir, apakah teman-teman sekelas saya akan menyadari perbedaan saya? Apakah mereka akan bertanya-tanya mengapa saya tidak bisa berjalan secepat mereka? Semua pertanyaan itu berputar di kepala saya sepanjang perjalanan menuju sekolah.

Setibanya di sekolah, saya melihat kerumunan anak-anak yang bersemangat, berlarian, tertawa, dan bersenda gurau dengan orang tua mereka. Saya merasa sedikit terasing, tetapi kehadiran mbok’e di samping saya membuat segalanya terasa lebih mudah. Dengan senyum lembutnya, dia berbisik kepada saya, “Semua akan baik-baik saja. Kamu kuat, dan kamu pasti bisa.”

Kata-kata itu menjadi semangat bagi saya. Saya tahu bahwa meskipun saya berjalan lebih lambat, meskipun tubuh saya tidak seperti yang lain, saya tetap bisa menghadapi hari itu dengan kepala tegak. Mbok’e melepaskan tangan saya ketika kami sampai di depan pintu kelas. Sebelum pergi, dia menatap saya dengan penuh kasih, seakan memberi kekuatan tambahan untuk menghadapi tantangan di dalam kelas.

Di dalam kelas, saya bertemu dengan guru dan teman-teman baru. Awalnya, saya merasa sangat canggung. Saya berjalan lebih lambat dari yang lain, dan beberapa anak tampak penasaran dengan cara saya berjalan. Namun, saya berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Saya fokus pada apa yang bisa saya lakukan—bukan pada apa yang membuat saya berbeda. Hari itu adalah tentang memulai sesuatu yang baru, dan saya tidak ingin rasa takut menahan saya.

Tentu saja, ada momen-momen di mana saya merasa sedikit tertinggal. Ketika bel istirahat berbunyi dan anak-anak lain segera berlari keluar, saya butuh waktu lebih lama untuk keluar dari kelas. Namun, saya belajar untuk tidak terburu-buru. Saya mengingatkan diri sendiri bahwa setiap langkah kecil yang saya ambil adalah kemenangan tersendiri.

Hari itu mengajarkan saya banyak hal tentang keberanian dan ketabahan. Saya mungkin diantar oleh mbok’e karena berjalan saya masih belum normal, tetapi saya tidak merasa kalah. Saya merasa didukung, dicintai, dan yang terpenting, saya merasa bahwa saya mampu mengatasi apapun yang menghadang. Mbok’e selalu mengatakan kepada saya bahwa tidak masalah jika saya berbeda, karena perbedaan itu yang membuat saya istimewa. Dan pada hari pertama di sekolah itu, saya mulai memahami apa yang dia maksud.

Pengalaman hari pertama sekolah tersebut menjadi salah satu momen yang saya kenang sepanjang hidup. Itu adalah titik awal dari perjalanan panjang saya dalam menghadapi tantangan, baik fisik maupun mental. Saya belajar untuk menerima diri saya apa adanya, berjalan dalam ritme saya sendiri, dan tidak perlu terburu-buru untuk mengejar orang lain.

Hari itu adalah pelajaran besar tentang kekuatan dalam kelembutan, tentang arti menerima bantuan tanpa merasa lebih rendah, dan tentang keyakinan bahwa meskipun langkah kita lambat, kita tetap bisa sampai di tujuan. Saya mungkin tidak berlari ke sekolah seperti anak-anak lain, tetapi dengan bantuan mbok’e, saya mengambil langkah pertama saya menuju masa depan yang penuh harapan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *